Sunday, November 19, 2023

Mengembalikan Kualitas Hidup Pasca Stroke (Life After Stroke: Part 3)

foto ilustrasi: photo by canva

SELAIN panjangnya proses pemulihan dengan terapi, tantangan yang lebih besar dari kondisi pasca stroke menurutku adalah bagaimana mengembalikan kualitas hidup penderita pasca stroke. Tidak terkecuali, juga kualitas hidup caretaker yang mendampingi.

Penderita pasca-stroke mengalami kondisi yang berbeda-beda mulai dari ringan hingga berat. Ada yang bisa kembali beraktifitas seperti biasa meski tidak pulih 100 persen, ada juga yang tidak bisa lagi beraktifitas normal dan perlu dibantu atau terus didampingi untuk menjalani aktifitas sehari-hari.

Dalam pengalaman yang aku alami, kondisi suamiku pasca stroke tidak lagi normal 100 persen. Saat tulisan ini diunggah (November 2023) sudah 19 bulan setelah serangan stroke pertama dan kondisi saat ini sudah sekitar 90 persen. Aa sudah bisa beraktifitas dan berjalan, tapi masih ada sisa spastis (kaku otot) di tangan kiri, sehingga jari tangan kiri belum bisa bergerak. Selain itu seperti halnya yang terjadi pada pasien pasca stroke pada umumnya, kondisi emosionalnya menjadi tidak stabil seperti mudah menangis, atau marah.

Aku sadar betul, situasi yang tidak lagi normal ini sangat rentan bisa membuat frustasi karena merasa ada perubahan kualitas hidup dari sebelumnya normal menjadi tidak normal. Setahun setelah fokus melakukan terapi untuk pemulihan, aku memutuskan untuk mengubah mindset untuk tidak lagi fokus pada pertanyaan kapan akan kembali normal? apakah bisa normal lagi seperti dulu? (bukan artinya berhenti berusaha, ikhtiar tetap jalan), tapi fokusku sekarang adalah mengembalikan kualitas hidup Aa. Bagaimana supaya Aa bisa merasa tetap berdaya dan hidupnya tetap bermakna di tengah kondisi yang tidak lagi sama.

1. Membiasakan untuk melakukan hal-hal kecil secara mandiri

Ini hal yang aku terapkan sejak awal, minggu pertama Aa mendapat serangan stroke. Hal kecil seperti makan dan minum sendiri, karena tangan kanannya masih bisa berfungsi dengan baik. Meskipun tentunya tetap dibantu sesuai kebutuhan karena

Sering kali, kita keluarga jadi tidak tega karena melihat pasien stroke tidak berdaya. Akhirnya, semua hal dibantu, tapi melupakan hal penting kalau pasien pasca stroke perlu didorong untuk bergerak dengan kemampuannya sendiri.

Awalnya makan dan minum sendiri selama masih kondisi kaki belum bisa bergerak. Kemudian perlahan kegiatan kecilnya bertambah seiring peningkatan pemulihan bisa berjalan lagi. Aa harus mengambil minum sendiri, mandi sendiri, membuka dan memakai pakaian sendiri, memakai sendal sendiri.

Hal ini juga yang selalu dianjurkan terapis dalam setiap pertemuan kami. Caretaker hanya membantu hal-hal yang benar-benar dirasa sulit, tapi kalau pasien pasca stroke sudah bisa melakukan sendiri, maka selanjutnya harus dilakukan sendiri tanpa bantuan.

Di sisi lain, aku sangat concern Aa harus bisa melakukan keperluannya sendiri secara mandiri lagi, karena kami hanya tinggal berdua, gimana kalau misal aku yang meninggal lebih dulu kan kita tidak pernah tahu ya :) 

2. Libatkan membantu pekerjaan rumah yang ringan

Di salah satu sesi terapi, aku sebagai caretaker dikasih pekerjaan rumah untuk membantu Aa melakukan latihan gerakan seperti mengelap meja. Ini adalah salah satu gerakan yang membantu untuk mengurangi kaku otot di tangan kirinya.

Dari sesi terapi ini, langsung saja mengelap meja di rumah jadi tugas wajib Aa sehari hari. Hehe. Sekarang, mengepel rumah pun jadi kegiatan wajib Aa. Selain untuk terapi, juga lumayan membantu mengurangi beban pekerjaan domestikku di rumah.  

Melakukan pekerjaan rumah bagus banget untuk membuat pasien pasca stroke tetap bergerak. Karena bagaimanapun mayoritas kegiatan mereka banyaknya di rumah. Jadi sibukkan dengan kegiatan-kegiatan kecil yang membuat mereka terus bergerak. Melakukan pekerjaan rumah juga adalah terapi yang penting.

3. Bawa jalan-jalan ke taman/alam

Awalnya, ini hal yang lumayan butuh kompromi antara aku dan Aa. Tidak mudah untuk membawa Aa ke tempat yang banyak orang seperti taman atau tempat wisata alam lainnya. Selain ada perasaan tidak percaya diri, juga karena pusing kalau melihat banyak orang.

Aku merasa, semakin lama tidak melihat orang banyak di luar sana, akan semakin tebal juga nanti perasaan menurunnya kualitas hidup. Kata-kata seperti "kalau aku udah normal mah,," sering kali keluar setiap kali aku mencoba untuk ajak kemana.

Tapi setelah dicoba pelan-pelan dibawa ke taman, akhirnya gak perlu banyak debat lagi kalau mau dibawa jalan-jalan. Selain itu, diam di taman di bawah pohon dan kena sinar matahari, emang lebih membuat kondisi emosionalnya lebih stabil.

4. Pelan-pelan melakukan lagi hobi/kegiatan yang dulu disukai

Hal selanjutnya yang aku rasakan sangat berpengaruh untuk mengembalikan kualitas hidup Aa, terutama menghilangkan rasa mindernya, adalah pelan-pelan melakukan hobi yang dulu dia sukai. Aa suka street fotografi.

Awal-awal mulai pergi ke taman, Aa sambil pelan-pelan memotret lagi dengan ponsel. Lama-lama mulai berani lagi memotret dengan kamera, meskipun masih susah karena hanya bisa pegang kamera dengan satu tangan. 

Sekarang, kami sering keluar untuk sekedar nganter Aa hunting foto sambil nongkrong di taman. Sesekali juga dia minta didrop di tempat favoritnya berlama-lama mengambil foto, ditinggal disana beberapa jam, lalu nanti aku jemput pulang. Baru-baru ini, dia juga ikut terlibat dalam penerbitan buku street fotografi :')

Aku pernah ngobrol dengan seorang teman yang adalah musisi, dia cerita pernah membantu terapi seorang kawannya dengan mengajarkan angklung. Bermain musik ternyata memberikan rasa nyaman baginya, dan sangat membantu progres pemulihannya.

Aku juga teringat salah seorang seniman asal Indonesia yang tinggal di US, Pinot, yang juga mengalami stroke. Menggambar menjadi terapi yang luar biasa manjur baginya, yang sempat divonis tidak dapat bertahan setelah stroke pecah pembuluh darah. Aku sangat mengikuti perjalan luar biasa Pinot, yang didampingi caretaker istrinya dan ketiga anaknya. Hobi yang dicintainya jadi salah satu penyemangat untuk tetap melanjutkan hidup di tengah kondisi yang tidak normal lagi.

Dalam kondisi suamiku, fotografi jadi jalannya menemukan semangat lagi untuk terus melanjutkan hidup dan tidak terpuruk dengan kondisi pasca stroke, tetap berdaya dan berkarya.*



No comments:

Post a Comment