Wednesday, October 25, 2023

Terapi Pemulihan Stroke yang Mudah dan Murah (Life After Stroke: Part 2)

foto: istockphoto

Suatu pagi, sekitar satu tahun pasca stroke Aa, kami di dalam mobil Gocar saat menuju taman Saparua. Biasanya aku dan Aa naik motor berdua, tapi karena kali ini ada Mamah dan Apa yang kebetulan sedang di Bandung jadi naiklah kami Gocar menuju taman untuk menemani Aa jalan pagi sekalian jalan-jalan.

Supir yang mengangkut kami memperhatikan Aa yang masuk perlahan dan duduk di kursi depan, dengan seksama. "Punten, sakit apa pa?" tanyanya ramah. 

"Pasca stroke," aku jawab.

"Pak, insyaallah bapak sembuh. Saya dua taun lalu stroke gak bisa apa-apa, sekarang sudah bisa bawa mobil narik lagi (Gocar)," katanya penuh semangat.

Mendengar itu, aku terdiam membiarkan keduanya mengobrol sepanjang jalan.

Bapak supir cerita kalau selama pemulihan dia sama sekali tidak punya biaya. Terapi yang dilakukannya hanya dua: berjemur dan berjalan kaki. "Setiap hari saya cuma itu aja pa. Dari merangkak, pegangan ke tembok, sampai bisa jalan. Gak ada uang buat akupuntur, tapi saya semangat jalan kaki," katanya.

Turun dari Gocar, Aa seperti dapat suntikan semangat baru. Dia mau berjalan kaki dua keliling Saparua :)

Saat tulisan ini diunggah (Oktober 2023), kondisi suamiku pasca stroke sudah sekitar 90 persen. Aa sudah bisa berjalan, beraktifitas, dan melakukan kegiatan domestik lainnya secara mandiri. Yang tersisa dari kondisi pasca strokenya adalah masih ada spastis (kaku otot) di bagian tangan kiri.

Untuk sampai di kondisi pemulihan 90 persen ini, ada banyak bentuk terapi yang kami lakukan bersama. Iya, bersama.

Dalam proses pemulihan pasca stroke, ada banyak pilihan terapi yang bisa dilakukan. Tentunya, sesuaikan dengan kebutuhan karena kondisi stroke yang dialami berbeda-beda.

Sering kali (di negara kita, gak tau kalau di negara lain), pasien stroke mendapati banyak masukan dan saran terkait tempat terapi dan terapi alternatif. Ini juga yang aku alami selama merawat aa, banyaaaak banget yang kasih masukan ini itu sampai alternatif tempat disana disitu.

Dari semua itu, aku memilih proses terapi yang paling logis bagi kami berdua. Kenapa aku bilang logis bagi kami berdua? karena gak cuma untuk Aa, tapi juga harus masuk akal untuk aku yang dalam hal ini sendirian merawat Aa (solo caregiver). 

Sedikit catatan soal kenapa aku solo caregiver, ini karena memang sejak awal kami hanya tinggal berdua. Orang tua dan keluarga Aa tinggal di luar Bandung. Keluargaku tinggal di Bandung, tapi juga tidak memungkinkan untuk membantu sebagai caregiver di tengah kesibukan masing-masing. Bukan berarti sama sekali tidak membantu kami, tapi memang aku baru akan meminta tolong di waktu tertentu saja.

Selain logis, aku juga memilih terapi yang mudah dan murah, disesuaikan dengan kondisi finansial kami. Yang pasti, ikhtiar untuk terapi terus dilakukan, tidak pasrah dan hanya merawat dengan cara didiamkan di dalam rumah.

Banyak kasus yang aku temui kondisi keluarga dengan pasien pasca stroke hanya merawat dengan mendiamkan pasien di dalam rumah (berbaring terus di kasur) dengan alasan tidak punya biaya pengobatan. Padahal, banyak jalan pemulihan stroke bisa sangat mudah dan murah.


dok pribadi

1. Fisioterapi di Rumah Sakit

Terapi paling pertama yang kami lakukan adalah mengikuti saran dokter syaraf, untuk fisioterapi/rehabilitasi medik. Tahapan fisioterapi ini kami lakukan di rumah sakit dengan biaya full BPJS. Sejak awal Aa masuk IGD, hingga kontrol lanjutan setiap 3 bulan sekali, dan fisioterapi 1-2 kali seminggu alhamdulillah semuanya menggunakan BPJS. 

Kami beruntung karena sekarang di tengah era BPJS Kesehatan, penyakit berat seperti stroke sudah bisa ditanggung BPJS. Salah satu temanku cerita, ketika ibunya dulu kondisi stroke, mereka sampai jual rumah untuk biaya pemulihan karena tidak ada asuransi apapun.

Soal kontrol dan fisioterapi ini adalah keputusanku yang tidak bisa diganggu gugat keluarga. Karena, ada saja yang menyarankan untuk tidak melanjutkan ke rumah sakit karena dinilai sia-sia. Seringkali aku mendengar cerita seperti itu juga dari caregiver stroke lainnya, mereka berpikir ke rumah sakit hanya buang waktu dan ujung-ujungnya hanya dikasih obat saja. Sedih sekali mendengar pemikiran seperti itu.

Mindset aku dan Aa, tetap kontrol ke rumah sakit dan mengikuti fisioterapi adalah ikhtiar kami untuk mendapat masukan dari yang lebih ahli: dokter dan terapis. Yang kedua, toh gratis karena memakai BPJS, jadi ya manfaatkan saja fasilitas dan kesempatannya. 

Yang ketiga, tahapan ke fisioterapi bukan cuma untuk Aa, tapi aku jadikan sarana untuk aku memperhatikan dan belajar apa yang dilakukan terapis lalu aku praktekan di rumah. Karena bagaimanapun, untuk pasion stroke manapun, pengulangan latihan gerakan (repetisi) di rumah justru yang lebih penting. Jadi, jadikan kesempatan ke fisioterapi untuk kita sebagai caregiver belajar dari yang lebih ahli. 

Yang keempat, aku pribadi menjadikan rutinitas ke rumah sakit setiap satu-dua kali seminggu sebagai bentuk terapi tersendiri untuk Aa. Supaya ada kegiatan keluar rumah, juga ada upaya Aa untuk berjalan dari satu tempat ke tempat lain. Aku menyaksikan sendiri bagaimana awalnya Aa harus digendong dan pakai kursi roda untuk ke rumah sakit, Selanjutnya tidak perlu digendong karena bisa berjalan sendiri tapi masih harus pakai kursi roda selama di rumah sakit karena gampang lelah, sampai benar-benar bisa berjalan sendiri selama di rumah sakit tanpa perlu kursi roda. 

Selain itu, ke rumah sakit juga aku gunakan sebagai kesempatan untuk membangun percaya dirinya untuk ngobrol dengan dokter, terapis, dan bertemu sesama pasien pasca stroke lainnya untuk saling menyemangati. 

Aku ingat betul di bulan ketiga pasca stroke, dokter rehabilitasi medik kami bilang "Nanti bapak kesini (rumah sakit) sendiri aja, gak usah diantar ibu ya," Bulan ketiga dimana Aa baru saja mulai bisa berjalan lagi. Dokter mendorong supaya lebih berani, juga disitu aku jadi belajar kalau pasien pasca stroke justru harus didorong mampu mandiri (tentu ketika kondisinya sudah bisa tanpa alat bantu dan bisa beraktifitas mandiri).

Kadang kita berpikir, terapi itu ya proses saat bertemu dokter atau terapis saja, yang pada akhirnya membuat kita kecil hati ketika ekspektasi "ingin cepat sembuh" tidak tercapai hanya dalam satu-dua kali pertemuan. Padahal terapi itu maknanya sangat luas, bahkan hal-hal yang kita temui di luar pertemuan dengan dokter atau terapis adalah bentuk terapi juga.

Selama proses bolak balik ke rumah sakit, aku juga belajar kalau stroke itu adalah kondisi ketika masa kritis di IGD (golden hour). Setelahnya, disebut pasca stroke. Pasien pasca stroke punya kemungkinan kembali normal 100 persen, bisa juga tidak. Yang pasti, pasien pasca stroke harus melatih syaraf otak yang baru untuk belajar memori gerakan (berjalan, menggerakan jari dan tangan, dll), karena syaraf otak yang lama sudah rusak karena sumbatan atau pecah (dalam kasus aa, sumbatan).

Jadi, ekspektasinya bukan "cepat sembuh", tapi bagaimana kita membantu syaraf otaknya berlatih lagi supaya bisa menggerakan semua bagian tubuh seperti sebelumnya. 



foto: ilustrasi (istockphoto)

2. Akupuntur

Selain fisioterapi, kegiatan terapi lainnya yang aku pilih adalah terapi alternatif akupuntur. Dari sekian banyak masukan untuk terapi alternatif, aku merasa akupuntur adalah yang paling logis.

Aku memilih tempat akupuntur yang terdekat dari rumah, sehingga aksesnya mudah untuk rutin datang setiap minggu. Bahkan di 3 bulan pertama pasca stroke, Aa akupuntur setiap dua kali dalam seminggu. Ini atas masukan dokter yang menyampaikan kalau 3 bulan pertama sangat penting untuk mengejar kondisi pemulihan yang maksimal. Karena setelah 3 bulan pertama, respon pasien pasca stroke untuk pemulihan akan lebih lambat.

Setelah selama tiga bulan akupuntur setiap dua kali dalam seminggu, selanjutnya akupuntur tetap dilanjut setiap seminggu sekali.

Banyak perubahan yang dirasakan Aa dengan rutin akupuntur. Terutama kondisi spastisnya yang semakin membaik. Juga sekarang mulai berani berjalan kaki tanpa bantuan tongkat :) Ini selain karena Akupuntur, dokter yang juga akupunturisnya berhasil meyakinkan Aa untuk tidak selalu bergantung menggunakan tongkat supaya postur kaki saat berjalan bisa lebih baik. 

Kami beruntung karena dokternya baik, ramah, senang bercanda. Aa juga merasa cocok, jadi saran dokternya selalu didengar. Banyak cerita, pasien pasca stroke kesal dengan dokternya karena merasa tidak sembuh sembuh, hehe. Jadi, menemukan dokter/akupunturis yang cocok juga cukup krusial.

Akan ada banyak orang yang meyarankan datang ke akupuntur ini itu di daerah ini itu, jauh di luar kota. Menurutku, pilih yang paling terdekat supaya mudah aksesnya dan juga tidak membuat pasien pasca stroke malah kelelahan di jalan karena jauh. Karena yang paling penting Akupuntur rutin dilakukan, bukan cuma satu-dua kali aja.

Untuk akupuntur ini biaya mandiri. Dari beberapa tempat akupuntur yang dicoba, rata-rata biayanya Rp 150.000 per sekali datang. 


foto: ilustrasi (istockphoto)

3. Berjemur, dan Berjalan Kaki minimal 10 menit sehari

Ini adalah yang akan selalu disarankan siapapun, terutama dokter. Termasuk juga terapi paling utama yang mudah dilakukan. Berjemur bisa dimana saja, di depan rumah atau sesekali ke taman supaya gak bosan. 

Berjalan kaki 10 menit sehari juga tidak berat. Kalau belum bisa berjalan, bisa dimulai dari belajar berdiri.

Untuk jalan kaki, seringnya aku bawa Aa ke taman. Selain areanya lebih luas, juga supaya bertemu banyak orang. Awal-awal pasca stroke, Aa gak nyaman kalau melihat banyak orang. Jadi maunya diam di rumah, atau hanya berjalan kaki di sekitaran rumah. Pelan-pelan aku bawa ke taman, supaya terbiasa dan lagi lagi untuk meningkatkan kepercayaan dirinya.

Ini juga aku manfaatkan untuk sambil joging ringan. Jadi kalau soal berjemur dan jalan kaki, gak cuma untuk pasien pasca stroke, tapi kita juga caregivernya jangan lupa tetap menjaga badan tetap bugar.

Sekarang Aa jalan kakinya sudah lebih dari 10 menit. Juga sudah lebih pede untuk jalan kaki gak cuma di taman, tapi jalan kaki cari sarapan dekat rumah. Termasuk jalan kaki ke masjid setiap jumatan gak pernah aku antar pakai motor. Alhamdulillah sekarang sudah bisa jalan kaki sendiri setiap ke masjid tanpa perlu aku dampingi.


4. Menggerakan setiap persendian (stretching ringan)

Repetisi stretching dilakukan sesering mungkin. "Kalau bisa 1.000 kali," kata dokter syaraf kami setengah bercanda tapi serius. 

Yaa meskipun gak sampe 1.000 kali melakukan peregangan, tapi kira-kira ini olahraga kecil yang aa lakukan dengan bantuanku untuk gerakan yang masih susah.

Waktu bulan pertama pasca stroke, Aa masih susah menggerakan badan, tangan dan kaki. Semua persendian aku bantu gerakan. Mulai dari jari-jari, tangan, lengan, kaki, leher, pokonya semuanya yang ada sendinya deh. Makin sering digerakkan, makin lentur dan gak kaku juga syarafnya terpancing untuk akhirnya bisa bergerak.

Aku juga jadi belajar kalau stretching ringan itu ternyata sangat berpengaruh pada tubuh kita.


dok pribadi

5. Bergerak. Jangan banyak berbaring/tidur sepanjang hari!

Penyakit lainnya yang menghinggapi pasien pasca stroke adalah malas bergerak. Selain karena memang (awalnya) susah gerak, juga karena mereka mudah lelah. Belum lagi ditambah patah semangat jadi akhirnya memilih untuk berbaring seharian.

Pesan dokter yang juga selalu aku ingat adalah, Aa gak boleh berbaring seharian. Hanya boleh berbaring kalau tidur siang, dan malam hari waktu tidur. Sisanya, duduk dan berdiri. 

Gak jarang, Aa suka pundung kalau aku larang berbaring. Lalu dia tidur sambil duduk karena ngantuk. Hehe.

Kalau belum bisa berjalan, tetap usahakan banyak posisi duduk bukan berbaring. Jika merasa pegal karena duduk terus, bisa berbaring sebentar untuk peregangan, kemudian kembali duduk. Posisi berbaring lama hanya jika akan tidur siang, dan tidur malam hari.

Karena harus bergerak, sementara pergerakan terbatas, memberi aktifitas untuk pasien pasca stroke jadi penting. Waktu awal-awal aku minta aa untuk menggambar dan mewarnai, ini sambil untuk menstimulus otak kanannya. Tapi kurang berhasil karena dia kurang suka mewarnai. Beberapa bulan terakhir ini, kami menemukan aktifitas yang cocok dan Aa suka: memotret. Akan aku ceritakan di tulisan selanjutnya.

Kegiatan lainnya, libatkan di pekerjaan domestik di rumah. Waktu fisioterapi dikasih gerakan seperti mengelap meja, aku langsung terapkan di rumah untuk jadi tugas Aa: mengelap meja dengan tangan kirinya (yang masih spastis itu) hehe.

Sekarang, mengepel rumah juga jadi tugas hariannya. Meskipun kadang aku pel ulang karena kurang bersih wkwk. 

Pokoknya bergerak! jangan diam. Bergerak adalah obat.


6. Senam Stroke

Senam stroke ini aku cari-cari di youtube, lalu menemukan video Senam Stroke milik RSCM yang jadi rujukan kami untuk diikuti gerakannya di rumah menyesuaikan dengan kondisi Aa. 

Kami ikuti senam stroke ini dari sejak kondisi Aa belum bisa berjalan, sampai sekarang bisa berjalan.

Senam stroke ini versi lain dari stretching, kalau ingin sedikit lebih berkeringat. Kita caregivernya juga bisa ikutin senam ini, karena lumayan kok mirip-mirip yoga lah.


***

Dari beberapa terapi yang dilakukan, sebenarnya yang mengeluarkan biaya mandiri cuma akupuntur aja. Jadi sebenarnya proses terapi dan pemulihan pasca stroke itu justru lebih banyak tanpa biaya, asal kita mau melakukannya dengan sabar dan konsisten.

Nggak lupa, selain semua terapi itu pola makan yang sehat juga penting. Karena Aa tidak ada hipertensi dan kolesterol, jadi sebenarnya tidak ada larangan makan ini itu. Tapi karena memang Aku di rumah sudah menerapkan minim sampah sejak lama, pola makan kami tidak banyak berubah: banyak makan sayur dan buah, dan tidak makan makanan berkemasan termasuk mi instan. Yang agak sulit justru karena harus memperbanyak protein daging-dagingan terutama untuk Aa karena butuh tenaga yang banyak untuk menjalani semua proses terapi. Ini tantangan, karena aku dan Aa kurang begitu suka makan banyak daging hehe.

Aku bukan profesional di bidang perawatan pasca stroke, tapi hanya mau berbagi pengalaman yang harapannya bisa membantu menguatkan teman-teman sesama caregiver lainnya, yang saat ini mungkin juga sedang berjuang dalam membantu pemulihan pasca stroke anggota keluarganya.

Saat ini, setelah hampir dua tahun pemulihan pasca stroke, terapi yang kami lakukan adalah fokus untuk peningkatan kualitas hidup pasca stroke. Yang akan aku tulis di artikel selanjutnya. ***






No comments:

Post a Comment