Wednesday, February 4, 2015

Ekspedisi Nol Sampah #4 (Gunung Lawu)

FILOSOFI RUMAH BOTOL

Waktu beranjak siang, namun kabut masih setia menyelimuti kawasan Hargo Dalem, Gunung Lawu ketinggian 3.150 meter di atas permukaan laut (mdpl). Usai menuruni puncak Hargo Dumilah (3265 mdpl) kaki kami melangkah ringan menyusuri jalan setapak di sepanjang Hargo Dalem menuju ke arah barat.

Hanya butuh waktu kurang dari lima menit berjalan dari arah warung Mbok Yem yang sangat tersohor, kami tiba pada pemandangan yang tidak biasa. Ribuan botol plastik bekas air mineral dalam kemasan (AMDK) tersusun rapi di ujung punggungan gunung. Botol-botol plastik yang sejatinya adalah sampah buangan dari pendaki-pendaki Gunung Lawu, menjelma menjadi rumah yang bahkan kokoh untuk menantang badai.




Botol-botol plastik ini menempel erat satu sama lain dengan hanya bermaterialkan tanah sebagai perekat. Rumah botol berukuran sekitar 5 x 3 meter, dengan ketinggian kurang dari 2 meter itu memiliki satu pintu di bagian depan dengan ketinggian tidak lebih dari 1,5 meter, sehingga siapapun yang mau masuk ke dalamnya harus mendunduk. Pintu terbuat dari sepapan seng, yang seluruh permukaannya dihiasi tutup bekas minuman kaleng sebagai ornamen. Adapun bagian atap rumah menggunakan terpal berwarna biru.

Selain botol plastik, limbah botol kaca dan kaleng juga terlihat menghiasi bagian halaman rumah botol. Ratusan botol kaca bekas minuman penambah tenaga, dan juga kaleng-kaleng bekas susu maupun sarden ditata rapi menghiasi pinggiran undakan tangga menuju rumah botol.




Sayangnya, saat tiba disana kami tidak bertemu dengan sang pembuat rumah botol, sehingga tidak bisa melihat lebih jauh ke bagian dalam. Berdasarkan informasi yang didapat, pemilik rumah botol ini adalah Bowo, pria asal Boyolali. Butuh waktu tiga tahun untuk membangun rumah botol ini sejak 2000 hingga 2003 silam.

Botol plastik AMDK selama ini memang menjadi pilihan mainstream untuk dibawa pendaki saat mendaki gunung. Alasannya sederhana, karena botol plastik AMDK mudah untuk segera dibuang sesaat setelah pendakian selesai dilakukan.

Budaya 'gak mau ribet' inilah yang justru menjadi pemicu awal permasalahan sampah yang ada di gunung. Botol plastik menjadi salah satu sampah yang paling dominan ditemukan, tidak hanya di Gunung Lawu, namun juga semua gunung populer untuk pendakian lainnya.


Satu pendaki rata-rata menghabiskan dua botol AMDK ukuran 1,5 liter dalam satu kali pendakian. Kebanyakan secara sengaja ataupun tidak meninggakannya di pos-pos pendakian. Tidak jarang pendaki yang membawa turun botol AMDK yang mereka pakai, namun bukan untuk dibawa pulang melainkan tetap berakhir sebagai sampah yang ditinggalkan di kaki gunung atau base camp awal pendakian.

Sesuai namanya, botol AMDK memang merupakan botol sekali pakai yang tidak bisa dipakai berulang-ulang. Botol AMDK terbuat dari bahan Polyethylene Etilen Terephalate (PET) kode 1. Ini bisa dilihat pada bagian bawah kemasan botol plastik tertera logo daur ulang dengan angka 1 di tengahnya, dan tulisan PET pada bagian bawah.

Botol dengan kode tersebut akan berbahaya jika digunakan berulang-ulang. Apalagi jika digunakan untuk menyimpan air panas, akan mengakibatkan lapisan polimer botol meleleh dan mengeluarkan zat karsinogenik yang berpotensi mengakibatkan kanker dalam jangka panjang. Dan karena hanya dapat digunakan satu kali, maka botol plastik AMDK sangat berpotensi tinggi menjadi sampah.

Bayangkan apa jadinya Gunung Lawu jika tidak ada yang berinisiatif memanfaatkan limbah botol plastik tersebut menjadi sebuah rumah yang dapat difungsikan untuk ditinggali. Bahkan setelah rumah botol tersebut selesai dibangun pada 2003 silam, hingga saat ini tetap masih saja ada sampah-sampah botol plastik dan sampah kemasan makanan lainnya yang dapat ditemukan sepanjang jalur pendakian Gunung Lawu.

Reusable Bottle

Pada pendakian ke Gunung Lawu, 20-21 Januari 2015 lalu saya beserta tujuh teman lainnya mendaki tanpa membawa botol plastik AMDK. Sebagai gantinya, kami membawa botol minum pribadi sejenis ecobottle ataupun tumbler yang bisa digunakan berkali-kali (reusable bottle). Botol jenis ini berbahan polypropylene (PP) dengan kode daur ulang 5. Botol jenis ini adalah botol minum yang paling aman, dan bisa digunakan berkali-kali sehingga tidak berpotensi menjadi sampah karena dipastikan tidak dibuang melainkan dibawa kembali pulang.

Masing-masing kami membawa dua botol minum jenis ini, dan cukup untuk pendakian selama dua hari. Botol bisa diisi ulang di pos lima pendakian jalur Cemoro Sewu, tepatnya di mata air Sindang Darajat.


Selain botol minum, seperti pada pendakian tanpa sampah sebelumnya kami juga tidak membawa makanan berkemasan. Makanan yang dibawa tidak menghasilkan sampah non-organik mulai dari sayur-sayuran, buah-buahan, kentang, telur, hingga asin cumi. Sehingga selama pendakian, kami sama sekali tidak menghasilkan sampah plastik.



Berikut perbekalan tanpa sampah kami saat mendaki Gunung Lawu. Semua tanpa kemasan, dan dibawa dengan menggunakan wadah makan/misting, :
1. Beras
2. Sayur (Wortel, Kacang Panjang)
3. Kentang
4. Telur ayam
5. Telur asin
6. Cumi
7. Ikan Asin
8. Buah-buahan
9. Gula Merah (pengganti permen)
10. Jahe (untuk minuman hangat dicampur gula merah)
11. Kopi hitam
12. teh bubuk
13. gula
14. Merica, garam, bawang merah, bawang putih (tidak bawa bumbu sachet atau instan)
15. jeruk nipis (untuk cuci piring).

Pertemuan dengan Rumah botol di Gunung Lawu semakin meyakinkan kami untuk menolak AMDK. Tidak hanya pada saat mendaki, namun juga pada kehidupan sehari-hari. Apapun motivasi Bowo untuk memanfaatkan limbah botol yang dibuang pendaki, karya rumah botol buatannya di ketinggian 3150 mdpl itu bernilai lebih dari sekedar seni ataupun bangunan unik belaka. Bagi siapapun yang sadar akan kelestarian alam, rumah botol di Gunung Lawu memiliki nilai filosofis yang tinggi berupa tamparan keras betapa botol minum plastik sekali pakai memiliki dampak negatif yang besar bagi lingkungan.

Permasalahan sampah tidak akan berhenti jika hanya mempersoalkan sampah yang sudah kadung dihasilkan. Cara bijak mengatasi sampah adalah JANGAN MEMPRODUKSINYA. Mendaki tanpa menghasilkan sampah, sangat mungkin dilakukan. Ayo berhenti membeli air minum dalam kemasan (AMDK), dan tolak makanan kemasan. be zero waste!

Salam, zero waste adventure.

No comments:

Post a Comment