Tuesday, April 8, 2025

10 Anak Muda Indonesia Unjuk Karya di Youth Leadership Summit 2025 Oktober Mendatang


Sebanyak 10 anak muda asal Indonesia akan menampilkan inisiatif mereka di bidang lingkungan pada ajang Youth Leadership Summit, yang akan digelar pada Oktober 2025 mendatang. Dalam ajang tersebut, hasil aksi nyata mereka dalam menciptakan perubahan lingkungan akan dihadirkan bersama dengan inisiatif dari 30 anak muda lainnya dari berbagai negara.

Ke-10 anak muda tersebut adalah Abdi, Alvian, Ebi, Fafa, Gita, Kevin, Stevi, Theresia, Yuventa, dan Zahra.

Mereka melakukan berbagai inisiatif di lingkungan sekitar mereka di antaranya adalah restorasi terumbu karang di Pulau Anambas, mengatasi masalah rendahnya literasi di desa terpencil, hingga memasang energi terbarukan berupa panel surya untuk membantu nelayan Indonesia. 

Inisiatif-inisiatif yang mereka lakukan mengangkat isu seputar  krisis iklim dan kesetaraan gender. Isu ini memang  menjadi topik penting yang diangkat dalam Youth Leadership Summit Oktober 2025.

Youth Leadership Summit merupakan puncak dari rangkaian Youth Leadership Academy (YLA). Sebuah program dari Plan International Indonesia berkolaborasi dengan Plan International India, Vietnam, Thailand, Filipina dan didukung oleh The Rockefeller Foundation.

Adapun YLA sebelumnya berlangsung selama enam bulan dan berfokus pada masalah krisis iklim dan ketimpangan gender. Terdapat total 40 duta dari lima negara yang terpilih mengikuti program ini.

Perempuan dan Krisis Iklim

Berbagai fenomena lingkungan yang terjadi saat ini menjadi bukti nyata krisis iklim yang mengancam kehidupan. Di antaranya adalah semakin intensnya berbagai bencana alam, hingga pemanasan global.

Dari semua dampak bencana, perempuan ternyata menjadi yang paling merasakan dampak dari krisis iklim. Dilansir dari Plan International Indonesia, perempuan lebih rentan terdampak perubahan iklim daripada laki-laki karena sebagian besar perempuan masih bertanggung jawab dalam mengelola rumah tangga dan berinteraksi dengan alam. Seperti pengelolaan air, energi, dan pangan.

Perubahan iklim memiliki dampak yang signifikan terhadap sumber air tawar, yang memengaruhi ketersediaan air. Perempuan dalam hal ini, terkadang masih menanggung beban untuk mengambil air bagi keluarga mereka.

Selain itu, 80 persen dari total warga yang tergusur dan mengungsi akibat perubahan iklim adalah perempuan. Mereka memiliki akses yang lebih rendah terhadap bantuan dan kesempatan. Karena itu isu kesetaraan gender menjadi sangat penting dalam upaya mengatasi krisis iklim.

Sejumlah penelitian bahkan menunjukan bahwa keterlibatan perempuan dalam mengatasi krisis iklim menghasilkan solusi yang jauh lebih baik. Perempuan memberikan perspektif yang berbeda di berbagai bidang seperti energi bersih, konservasi, dan ketahanan komunitas.***

No comments:

Post a Comment