Monday, October 23, 2023

Gejala Stroke: Sakit Kepala dan Penglihatan Kabur (Life After Stroke Pt.1)

Foto ilustrasi: istockphoto


JUMAT, 1 April 2022 adalah hari yang mengubah hidup aku dan suamiku selamanya. Hari yang tidak pernah kami duga sama sekali akan datang dan kami alami.

Pagi itu aku memulai pagi seperti biasanya. Selepas subuh bersih-bersih rumah dan urusan domestik lainnya, lalu berniat sibuk menenggelamkan diri menyelesaikan deadline pekerjaan.
Aa baru bangun sekitar jam 6 pagi, sudah dua minggu terakhir ini kurang enak badan karena sakit kepala terus menerus. Dia juga semalam tidur di sofa, karena bergadang menampung air PDAM yang di rumah kami memang hanya mengalir di malam hari.

"Mih, kapan mau ke ct scan ke rumah sakit teh?" suaranya kecil, memanggilku dari arah sofa.
Oh, sudah bangun pikirku.

"Besok, sabtu ya. Hari ini aku riweuh beresin kerjaan," aku jawab santai, tanpa melihat ke arah sofa.

"Sekarang aja ke rumah sakitnya. ini gak bisa gerak," katanya, agak sedikit kurang jelas terdengar olehku.

"Hah? kenapa?" lalu aku mendekat ke sofa. Posisinya sudah terduduk dengan badan miring ke sebelah kiri, dan bagian wajah sebelah kiri bengo (otot wajah melemah ke bawah). 

"Ya Allah!" aku teriak, menangis dan memeluk Aa, meminta maaf. Rasanya bersalah sekali, karena aku tidak aware dengan kondisi sakit kepalanya yang ternyata benar-benar serius, dan selama ini kami anggap sakit kepala biasa.

Orang pertama yang aku kontak saat itu adalah tetehku, yang kebetulan bekerja di rumah sakit. Memintanya stand by di UGD menunggu aku datang. Kemudian kakak iparku, yang langsung datang ke rumah untuk membantu mengangkat Aa. Lalu mengontak temanku, Sinta, yang membantuku melarikan Aa ke UGD dengan mobil.

Keluarga dekat lainnya aku kontak setelah Aa sudah posisi di UGD dan mendapat pertolongan. Ini aku lakukan supaya aku tidak lebih panik di jalan, dan malah sibuk telepon atau membalas pesan kesana sini. Yang utama adalah memastikan aa mendapat pertolongan. Keluarga juga aku baru perkenankan telepon dan video call, setelah siang harinya aa dipindahkan dari UGD ke ruangan rawat inap. 

Selanjutnya, aa dirawat selama seminggu di rumah sakit, sebelum kemudian diperkenankan pulang dan dirawat di rumah.

foto ilustrasi: istockphoto
foto ilustrasi: istockphoto


Gejala


Dua minggu sebelum mengalami stroke, Aa sebetulnya sudah menunjukkan gejala yang sangat jelas. Sayangnya, saat itu kami tidak memperhatikan serius gejala-gejala itu. 

Gejala pertama, aa merasakan sakit kepala tak berkesudahan selama dua minggu terakhir. Aku pribadi sulit menjelaskan rasa sakit kepalanya, tapi yang pasti membuat Aa lebih banyak memilih berbaring karena minum obat sakit kepala tidak juga meredakan sakitnya.

Gejala kedua adalah pandangan mata sebelah kiri kabur. Bertahap, dia tidak bisa melihat semua objek yang ada di sebelah kirinya. Kondisinya seperti kalau kita menutup mata sebelah kiri, maka jarak pandang yang terlihat hanya seluas pandangan mata kanan. Awalnya, dengan kondisi ini Aa masih sempat mengendarai motor dan bersepeda. Seminggu sebelum stroke, kami bahkan masih bersepeda keliling kota berdua, tapi memang dia gak nyaman karena kepalanya terus terasa sakit.

Kondisi semakin memburuk karena Aa mulai terlihat linglung memasuki minggu kedua pasca gejala sakit kepala. Linglung seperti berjalan harus dibantu diarahkan ketika belok kiri atau kanan, berjalan pelan pelan dan seperti orang kebingungan. Setiap aku tanya kenapa kok kaya bingung, aa cuma bilang sakit kepala.

Hari Rabu (dua hari sebelum akhirnya stroke), kami pergi ke RS Mata Cicendo. Karena waktu itu kami pikir ada masalah dengan syaraf mata. Dari sanalah, aa disarankan untuk  MRI, karena saat itu dokter bilang kemungkinan yang bermasalah bukan matanya, tapi dari syaraf otak. "Takutnya ada sumbatan di otak," kata dokter.

Karena biaya MRI sangat mahal, kami memutuskan untuk CT Scan dengan BPJS. Waktu itu, aku memilih mengurus kartu bpjs dulu (yang saat itu statusnya nonaktif pasca aku resign dari tempat kerja). Dokter mengingatkan untuk CT Scan secepatnya, dan kalau ada masalah sebelum CT Scan disarankan untuk langsung dibawa ke dokter khusus syaraf.

Aku memilih mau mengurus dulu, tanpa mencari tahu apakah bisa sambil diurus di RS. Kemudian karena keesokan harinya aku ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggal, sehingga aku memutuskan untuk mengurus BPJS dan CT Scan di hari selanjutnya antara Jumat-Sabtu.

Keputusan yang sangat aku sesali, karena hanya dua hari kemudian, kondisi aa sudah drop menjadi stroke.

Foto: Dok Pribadi, waktu menunggu di RS Mata Cicendo. Foto ini diambil oleh Aa,
yang memang senang memotret dengan ponselnya.



Penyebab

Dari hasil CT Scan setelah masuk UGD, diketahui aa mengalami stroke sumbatan (infark) di otak sebelah kanan. Sehingga bagian tubuh sebelah kiri dari kepala hingga kaki tidak dapat bergerak.

Herannya, dari cek lab diketahui juga kalau aa tidak ada tekanan darah tinggi (hipertensi), juga tidak memiliki kolesterol tinggi. Dua pemicu terumum yang kerap jadi penyebab stroke. Tekanan darah aa malah cenderung rendah.

Dan yang cukup mengejutkan adalah ketika dokter bertanya "ini bukan (serangan stroke) yang pertama ya?" katanya. Hah? tentu aku jawab tidak. Ini pertama kalinya kondisinya seperti ini.

"Kalau dilihat dari kondisinya, dan juga hasil CT Scan sumbatannya kecil-kecil tapi banyak. Ini masuk kategori stroke sedang. Dan ini sebelumnya pasti pernah ada gejala stroke ringan, tapi mungkin tidak disadari." kata dokter.

Aku hanya bisa melongo dan pasrah sambil mengingat-ngingat kebiasaan aa yang sering merasa sakit kepala. Dari semua pemeriksaan dan setelah beberapa kali kontrol ke rumah sakit, kesimpulan penyebab stroke aa adalah dipicu dari kebiasaan merokoknya (sekarang alhamdulillah sudah berhenti), sering bergadang/jam tidur tidak menentu, banyak pikiran/banyak memendam pikiran (aa memang jarang mengeluarkan unek-unek), dan ada riwayat benturan keras di kepala. 

Soal benturan keras di kepala ini, awalnya aku agak ragu. Karena memang saat ditanya apa pernah ada benturan/cedera kepala beberapa waktu sebelum kejadian stroke, aku bilang dalam waktu dekat sebelum stroke tidak pernah ada. Adapun memang pernah ada benturan di kepala sebelah kanan, tapi itu sudah lebih dari 10 tahun yang lalu. Lalu kata dokter, cedera kepala memang efeknya sangat memungkinkan baru terasa jangka panjang, jadi bisa sangat memungkinkan benturan keras 10 tahun yang lalu berdampak stroke kemudian. Lemes banget dengernya.

Golden Hour

Hal yang kami syukuri adalah, aku tepat waktu membawa aa IGD. Dokter menjelaskan, ada golden hour pada pasien stroke, dimana mereka yang terkena stroke harus segera mendapatkan pertolongan medis tidak lebih dari 4 jam sejak serangan stroke. Penanganan di golden hour ini sangat berpengaruh untuk mengurangi risiko kematian atau cacat permanen.

Banyak kasus, keluarga tidak membawa pasien stroke ke rumah sakit saat awal serangan terjadi. Kata dokter, ada yang memilih dibawa ke alternatif, atau didiamkan dan baru meminta penanganan medis beberapa hari kemudian.

Aku ingat betul setelah kejadian aa stroke, ada tetangga di rumah mamah yang mengalami stroke ringan hanya di bagian wajah sebelah kiri. "Gak dibawa ke rumah sakit da itu. Cuma dibawa ke tukang pijet, trus sembuh" kata mamah. Qodarullah, beberapa bulan kemudian tetangga mamahku itu kembali mengalami serangan stroke yang lebih parah, lumpuh seluruh badan dari kepala hingga kaki, sebelum akhirnya meninggal dunia beberapa bulan kemudian.

Aku bersyukur, sejak serangan stroke April 2022 itu aa masih diberi kesempatan untuk hidup dan perlahan pulih menuju normal hingga saat ini.

Aa waktu itu hanya di IGD selama beberapa jam, kemudian dirawat di ruang rawat inap selama satu minggu, sebelum akhirnya boleh pulang ke rumah dan rawat jalan. Saat tulisan ini ditayangkan (Oktober 2023) aa sudah menjalani lebih dari satu tahun masa pemulihan pasca stroke (tepatnya 19 bulan).

Kondisinya memang belum 100 persen normal (mungkin sekarang ini masih di 90 persen), tapi kami sangat bersyukur dengan kondisi saat ini yang tentunya sudah jauh lebih baik dibandingkan saat serangan stroke awal. Aa sudah bisa berjalan, melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, juga sudah bisa dibonceng motor :)

Seperti apa perjalanan pemulihan yang kami lakukan selama 18 bulan terakhir ini, dan bagaimana aku menjadi solo caregiver (mengurus pasien pasca stroke sendirian), akan aku ceritakan di tulisan selanjutnya. Perjalanan pemulihan stroke, yang mengubah banyak perspektif hidup kami berdua.*

No comments:

Post a Comment