Sunday, December 23, 2018

Jenis Sampah Organik yang Sebaiknya Tidak Dikompos

Mengompos

Mengompos sendiri limbah dapur atau sampah organik sisa memasak, adalah satu langkah wajib dalam menerapkan gaya hidu zero waste. Dengan mengompos, kita sudah ikut menyelesaikan 50 persen permasalahan sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA).

Tapi, tidak semua jenis sampah organik baik untuk dikompos.


Sampah-sampah organik yang tidak bisa dikompos ini, karena umumnya akan menimbulkan bau busuk. Selain itu, kandungan yang terdapat di dalamnya juga bisa membuat kualitas kompos menjadi kurang bagus.

Beberapa jenis sampah yang sebaiknya tidak dikompos adalah:
  1. Tulang : Proses dekomposisi sangat lambat. Mengundang hama penyakit.
  2. Daging/Sisa daging  Berbau busuk. Mengundang hama penyakit
  3. Sisa Masakan (food waste) : Misalnya seperti sayur basi, dan sisa masakan lainnya yang tidak termakan. Proses dekomposisi sangat lambat. Mengundang binatang (tikus, dll).
  4. Produk Olahan Susu : (susu, keju, yogurt, mentega, mayones, dll). Berpotensi mengeluarkan bau tak sedap. Proses dekomposisi sangat lambat. Mengundang hama penyakit.
  5. Minyak/ lemak/makanan berlemak : proses dekomposisi sangat lambat. berbau busuk. mengundang hama penyakit.
  6. Kertas berwarna : terutama yang mengandung tinta, berpotensi mengeluarkan bahan beracun.
  7. Lumpur got : Sumber bibit penyakit. Belum lagi, kemungkinan mengandung logam berat.  

Tapi, kalaupun jenis sampah di atas mau dikompos, baiknya pakai komposter khusus jenis anaerob (tanpa udara). Bisa juga ditambahkan cacahan kulit nanas untuk meminimalisasi bau busuk selama proses dekomposisi.

Selain itu, ada cara lainnya untuk mengatasi bahan-bahan limbah di atas, tanpa perlu dikompos. Untuk tulang dan daging misalnya, bisa diberikan pada binatang seperti kucing dan anjing. 

Untuk sisa makanan (food waste), sebisa mungkin mulai dari sekarang hindari memasak dan makan berlebihan. Memasak dan makan secukupnya, akan menghindari potensi makanan mubazir. Dengan tidak adanya sisa masakan, kita tidak perlu bingung lagi harus kemana membuangnya.

Untuk minyak, seperti yang pernah saya tulis di artikel sebelumnya, cara paling bijak adalah hindari terjadinya minyak jelantah sejak awal. Pemakaian minyak yang sedikit dan tidak berlebihan tidak hanya akan menyelamatkan kita dari minyak jelantah. Namun juga secara tidak langsung membuat kita mengurangi penggunaan minyak, dan ikut berkontribusi menyelamatkan hutan dari pembalakan liar.

Untuk kertas, sebaiknya diatasi dengan diolah sendiri menjadi kertas daur ulang. Kalaupun tidak memiliki waktu untuk itu, seperti saya (hehe), kertas bisa diberikan ke tukang loak atau bank sampah terdekat, yang pasti lebih mengetahui akses ke pengepul kertas bekas.

kulit telur


Kulit Telur dan Daun Pisang


Bagaimana dengan kulit telur? Masih banyak yang mengira kulit telur tidak bisa dikompos. Padahal, telur adalah sampah organik yang bisa dikompos, dan memiliki kandungan yang baik untuk kualitas kompos.

Telur bermanfaat untuk tambahan kadar kalsium dan mineral dalam kompos. Meskipun, proses dekomposisi kulit telur memang lebih lama dibandingkan sampah organik lainnya. Sebelum dimasukkan dalam komposter, kulit telur dihancurkan dulu sampai menjadi serpihan kecil.

Kalau pun tidak dikompos, kulit telur bisa ditaburkan langsung di pot-pot tanaman.

Sementara itu untuk daun pisang, meskipun bisa dikompos tapi membutuhkan penanganan yang berbeda. Daun pisang baiknya tidak langsung dimasukkan ke dalam komposter (apalagi jika menggunakan komposter Takakura). Ini karena struktur serat daun pisang yang alot membuatnya lama terurai.

Daun pisang sebaiknya dikumpulkan dulu terpisah, dan dibiarkan mengering hingga rapuh. Setelah itu, baru dikompos dalam Takakura.



Kualitas Kompos yang Baik


Menghindari jenis-jenis limbah tadi, akan membuat kompos yang kita buat memiliki kualitas yang baik. Kompos dikategorikan berkualitas baik kalau memiliki kandungan bahan organik di atas 60 persen. Makanya, membuat kompos yang baik harus  menggunakan lebih dari satu komponen sumber bahan organik.

Selain itu, dari segi kandungannya, kompos yang baik memiliki C/N rasio (karbon dan nitrogen) yang rendah <20. Berikut kandungan N dan C di beberapa bahan organik:

Karbon
  • sampah kebun
  • potongan rumput basah
  • seresah daun
  • kertas (non daur ulang)
  • kulit kacang
  • jerami

Nitrogen
  • potongan rumput kering
  • sampah buah
  • rambut
  • kotoran ternak
  • limbah sayuran

Kompos yang baik juga terlihat dari ukuran dan warna yang seragam (coklat hingga hitam), juga aromanya yang berbau seperti tanah. Jadi, jangan segan untuk memulai mengompos karena takut akan bau sampah, karena kompos sama sekali tidak bau menyengat seperti sampah pada umumnya.

Sampah berbau karena tidak ditangani dengan benar (bercampur antara organik dan non-organik). Jika ditangani dengan benar, yaitu dengan mengompos sendiri, Insyaallah kita akan dijauhkan dari sampah yang berbau dan sumber penyakit. Mengompos tidak hanya membuat kita menyelesaikan 50 persen masalah sampah, tapi juga membuat lingkungan rumah yang lebih sehat. ***

5 comments:

  1. Tips yang bermanfaat, terimakasih

    ReplyDelete
  2. Mohon pencerahannya kembali terkait kandungan unsur N. Bukankah kompos organik bahkan kompos pabrikan kandungan unsur N nya lah yg menjadi penting. Karena unsur N dapat merangsanh produksi zat hijau daun yg dibutuhkan untuk fotosintesis. Terimakasih

    ReplyDelete
  3. Halo... Terima kasih pencerahannya. Sy sdh membuat kompos jg, hanya saja, sisa makanan seperti bumbu-bumbu yg gk bisa dimakan kaya jahe, lengkuas, serai... Itu kan sdh dimasak, solusinya gimana tu

    ReplyDelete
  4. Halo kak, sy sempat membuat kompos anaerob dengan tong. Tapi lama2 berbau busuk seperti got, sudah sy tutup tanah, tetep kemudian bau lagi, gimana ya baiknya?

    ReplyDelete