Wednesday, December 13, 2017

Kompos Kurangi 50 Persen Sampah, Sebuah Pembuktian

Kompos.
Setiap kali membuka pagar rumah di pagi hari, pandangan saya selalu otomatis menengok ke pagar-pagar rumah tetangga. Di pagar-pagar tiap rumah tergantung kantong-kantong plastik berisi sampah dengan jumlah yang berbeda-beda.

Dalam satu minggu, setidaknya dua kali petugas sampah rutin mengangkut sampah-sampah warga. Kadang ketika berhalangan dan hanya bisa satu kali dalam seminggu mengangkut sampah, jumlah kantong plastik yang menggantung di pagar-pagar rumah itu langsung menumpuk drastis jumlahnya.

Sering sekali, sepanjang yang saya perhatikan, plastik sampah kembali menggantung di pagar hanya sehari setelah petugas sampah baru saja mengangkutnya.


Memperhatikan jumlah sampah yang diproduksi tetangga, menjadi kebiasaan yang cukup penting bagi saya. Melihat sampah yang banyak itu, memotivasi saya untuk mempertahankan apa yang sudah saya lakukan sekarang. Ya, menerapkan gaya hidup Zero Waste.

Memperhatikan jumlah sampah yang diproduksi tetangga, membuat saya bersemangat sekaligus kadang tidak percaya kalau sampah yang saya produksi sangat sedikit (dibandingkan mereka). Bahkan mungkin kalian tidak percaya.

Sejak belajar menerapkan gaya hidup zero waste dari akhir 2012, perjalanan reduksi jumlah sampah saya sampai juga di titik (yang bagi saya) menggembirakan.

Tahun 2017 ini. dalam satu minggu, paling banyak saya hanya membuang sampah satu kali. Bahkan kalau sangat sedikit, saya baru membuang sampah per dua minggu sekali. Sampah yang saya buang, hanya sampah kering berupa beberapa plastik bungkus kebutuhan dapur.

Ini bisa terjadi, salah satunya karena saya mengompos sampah organik. Iya, mengompos menyelesaikan 50 persen permasalahan sampah.

Dengan mengompos, tidak ada lagi sampah basah yang dibuang ke dalam kantong plastik dan berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Karena itu, hanya ada sampah kering seperti plastik-plastik bungkus kebutuhan dapur yang saya produksi.

kompos.

Sebuah Pembuktian

Tapi, bagaimana sebenarnya mengompos dapat mengurangi setidaknya 50 persen, atau bahkan lebih banyak dari itu?

Sebulan terakhir ini, dari pertengahan November hingga Desember 2017, saya mencoba mencatatkan pembuktian. Bukti bahwa mengompos dapat berdampak pada berkurangnya sampah hingga setidaknya 50 persen.

Hampir setiap hari, saya memasak sendiri. Meski bukan masakan-masakan istimewa seperti yang ada di video-video 'diet mulai besok' atau 'tasty food' memang. Tapi cukup istimewa untuk memenuhi kebutuhan perut, dan juga menjaga konsistensi agar tidak menghasilkan sampah.

Mayoritas yang saya masak adalah sayur-sayuran. Lauknya paling sering tahu-tempe, ikan, dan ayam fillet atau tanpa tulang, dan apapun bisa saya masak dengan mudah. Saya jarang memasak daging, bukan karena vegetarian, tapi memang gak bisa masaknya hahaha. Selain itu juga memang kurang suka daging, tapi tidak pernah menolak makan rendang di rumah makan padang.

Setiap hari, atau setidaknya dua hari sekali saya mengompos. Bentuk kegiatannya mengompos ini adalah, memasukan sampah organik sisa saya memasak ke dalam Keranjang Takakura. Rutin sebulan sekali, Takakura saya aduk total. Komposter yang tidak pernah penuh sejak saya pakai 2012 silam.

Keranjang Takakura (komposter)

Satu bulan terakhir ini, saya mencoba menghitung jumlah sampah organik yang saya kompos. Caranya, dengan ditimbang. Hasilnya cukup mengejutkan, karena sebelumnya saya tidak pernah menimbang sampah organik sebelum dikompos.

Rata-rata, dalam per dua hari saya menghasilkan sekitar 0,5 kg sampah setiap harinya. Tergantung dari apa yang saya masak, dan makan. Artinya, rata-rata dalam satu bulan total sampah organik yang saya kompos adalah sekitar 8-15 Kg.

Berikut beberapa catatan berat sampah organik yang saya kompos, beserta detail jenisnya:


  • 20 Nov 2017 1,185 Kg (Batang kangkung, kulit kentang, kulit melon, kulit pisang, sisa jambu merah, kulit bawang, batang cabe merah, batang dan biji cabe gendot, daun salam sisa masakan, sisa tomat, remah nasi).
  • 22 Nov 2017 0,700 Kg (Batang kangkung, kulit telur, kulit pisang, kulit bawang, batang cabe merah, sisa jambu merah, ampas kopi, remah nasi).
  • 24 Nov 2017 0,290 Kg (Kulit telur, ampas kopi, kotoran tauge, kulit bawang, batang cabe merah, sisa tomat, kulit pisang, remah nasi).
  • 26 Nov 2017 0.585 Kg (Kulit alpukat, kulit pisang, sisa jambu, kulit pepaya, kulit bawang bombay, batang cabe merah, batang bawang daun, kulit bawang merah/putih, kulit telur, remah nasi),
  • 28 Nov 2017 0.400 Kg (Kulit telur, bawang merah/putih, kulit pisang, daun pisang batang cabe merah, bawang daun, remah nasi),
  • 30 Nov 2017 0.570 Kg (Sisa bunga kol, kulit wortel, kulit salak, sisa tomat, remah nasi, ampas kopi),
  • 2 Des 2017 0.765 Kg kulit bawang, kulit telur, kulit pisang, remah nasi, kulit kentang, batang bawang daun, ampas kopi.


Untuk informasi, remah nasi yang ada di setiap kali saya mengompos itu berasal dari sisa rendaman ricecooker yang dibersihkan.

Selain jenis-jenis sampah organik yang saya sebutkan di atas, saya juga suka memasukkan dedaunan kering yang banyak berjatuhan dari pohon Mahoni di depan rumah. Daun-daun kering ini sebenarnya juga potensi yang bagus untuk dijadikan kompos, hanya saja jumlahnya yang terlalu banyak membuat saya kewalahan. Sehingga akhirnya daun-daun kering masih banyak yang ikut terangkut oleh petugas sampah.

Pernah saya coba dengan mencacah daun kering itu dengan menggunakan blender bekas. Sayangnya, tetap belum bisa menampung semua daun-daun kering yang rutin setiap hari berjatuhan. Ini masih PR besar saya untuk memanfaatkan potensi daun kering yang ada di depan rumah, semoga segera dalam waktu dekat.

Kalau kamu, berapa banyak sampah yang kamu produksi dalam sehari?***

No comments:

Post a Comment