Wednesday, March 4, 2020

Sampah Plastik dalam Diklatsar Mapala, dan Bagaimana Menyelesaikannya




SEMILIR bau parafin terbakar seperempat bagian, dari bawah misting nasi yang nampak sedikit gigih. Di bawah topi rimba, wajah-wajah bersembunyi dari terik. Carrier-carrier dengan noda lumpur rebah saling bersandar, menanti pundak-pundak siap kembali berpeluh setelah makan siang.  

Sebuah pemandangan khas dari Pendidikan dan Latihan Dasar (Diklatsar) Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala), Sispala (Siswa Pencinta Alam), maupun organisasi-organisasi pencinta alam lainnya.
Setelah bertahun-tahun tidak melihat pemandangan khas Diklatsar, pada pertengahan Januari 2020, saya berkesempatan bernostalgia. Pagi itu saya mampir ke Tebing Citatah 48, dimana teman-teman saya dari salah satu organisasi pencinta alam, sedang melangsungkan medan operasi Diklatsar hari ke-3.

Sebelum membaca lebih jauh, saya perlu mengingatkan bahwa tulisan ini tidak bermaksud mendiskreditkan Mapala, Sispala, atau organisasi pencinta alam manapun. Tulisan ini adalah kegelisahan saya pribadi, yang mungkin juga menjadi kegelisahan yang sama bagi teman-teman yang membaca tulisan ini.

Kebetulan pagi itu adalah agenda packing ulang peralatan dan perbekalan sebelum long march. Waktu yang tepat untuk melihat isi carrier para peserta diklatsar.

Sebuah pemandangan umum lainnya dalam kegiatan Diklatsar organisasi pencinta alam mana pun, adalah banyaknya kantong plastik yang digunakan. Namun sepertinya tidak pernah terbayangkan oleh siapa pun, berapa banyak sebenarnya kantong plastik yang digunakan, bahkan oleh saya sendiri. Hingga akhirnya, di kesempatan pagi itu, saya berinisiatif menghitung dan mendapatkan angka yang luar biasa mengejutkan.

Agenda packing ulang peralatan dan perbekalan sebelum long march umumnya dilakukan untuk pemerataan beban para peserta Diklatsar. Packing ulang ini biasanya juga dilakukan sembari mengganti kantong plastik yang rusak ataupun basah.

Dari total 26 peserta Diklatsar, saya mendapatkan angka 450 kantong plastik yang tidak terpakai dan dibuang, untuk kemudian diganti dengan kantong plastik yang baru. Artinya, setiap peserta sebelumnya memakai rata-rata 17-18 kantong plastik untuk packing peralatan dan perbekalan.

Jumlah 450 kantong plastik ini berasal dari jenis yang bervariasi. Mulai dari trashbag, kantong plastik ukuran besar, sedang, hingga kecil.

Semua kantong plastik tersebut diganti dengan yang baru untuk kepentingan safety prosedur packing. Saya tidak menghitung lagi jumlah plastik yang dibuang di akhir kegiatan yang usai seminggu kemudian. Namun bisa dibayangkan berapa banyak lagi plastik yang dibuang setelah kegiatan berakhir.

Mengejutkan? Ya. Dan saya cukup yakin untuk menyatakan bahwa hal ini juga terjadi pada mayoritas organisasi pencinta alam lainnya yang masih menerapkan sistem diklatsar yang serupa.

Setelah membaca tulisan ini, saya sarankan teman-teman mulai menghitung jumlah kantong plastik yang digunakan di masing-masing organisasi atau komunitasnya saat berkegiatan. Diklatsar juga hanya salah satu contoh kegiatan, dari sekian banyak kegiatan kepetualangan lainnya yang juga sama menggunakan kantong plastik yang cukup banyak. Hitung, dan Bersiaplah terkejut dengan jumlahnya.



Kenapa begitu banyak plastik?


Sebenarnya kenapa begitu banyak plastik yang digunakan dalam kegiatan seperti ini? Dalam pandangan saya, ada tiga alasan utama kenapa begitu banyak plastik digunakan dan pada akhirnya menjadi permasalahan sampah yang tidak terkendali.

Pertama, kantong plastik menjadi salah satu bagian dari standar operasional prosedur packing. Plastik melindungi peralatan dan perbekalan yang dibawa dalam carrier, untuk kegiatan lapangan yang memakan waktu berhari-hari, dan dengan kondisi cuaca tidak menentu.

Dalam standar operasional prosedur packing ini, juga tidak ada ketentuan yang menyebutkan batasan jumlah plastik yang digunakan. Misalnya, dengan maksimal 5 kantong plastik sudah cukup untuk membuat peralatan dan perbekalan safety.

Karena tidak ada batasan, sebanyak apapun plastik yang digunakan sah-sah saja, selama safety diutamakan. Hal ini membuat packing kerap kali menggunakan plastik berlapis-lapis, bahkan cenderung berlebihan (contoh, dalam satu kantong beras ditemukan 3-4 kantong plastik).

Kedua, dalam konteks Diklatsar maupun kegiatan kepetualangan lainnya, kantong plastik tidak mendapatkan tempat atau value (nilai) yang sama dengan peralatan lainnya yang digunakan oleh peserta.

Dalam Diklatsar, doktrin yang paling umum ialah "setiap barang adalah nyawa". Setiap barang memiliki nilai krusial, yang sangat berguna untuk membantu kita bertahan hidup di alam bebas. Karenanya, semua barang yang dibawa sejak awal hingga akhir kegiatan harus dijaga dengan baik dan tidak boleh hilang.

Sayangnya, tidak dengan kantong plastik. Kenapa? jawabannya mungkin berkaitan dengan alasan ketiga, yaitu isu sampah plastik belum menjadi prioritas organisasi atau komunitas pencinta alam penyelenggara Diklatsar. Kenapa belum menjadi prioritas? salah satunya, karena kesadaran (awareness) terkait masalah sampah plastik yang belum terbangun.

Prioritas adalah hal paling fundamental yang akan mempengaruhi sistem. Jika hal ini telah menjadi isu prioritas, tentunya akan ada perubahan sistem terutama dalam konteks safety prosedure packing yang diterapkan.


Bagaimana menyelesaikannya? 


Lalu bagaimana cara untuk mengatasi penggunaan kantong plastik yang keterlaluan dalam kegiatan-kegiatan seperti ini? Perlu digaris bawahi, permasalahan yang dibahas untuk diatasi dalam artikel ini adalah baru konteks sampah kantong plastik. Kita belum bicara ke konteks sampah plastik dari makanan kemasan (perbekalan).

Karena untuk bisa menyelesaikan permasalahan sampah secara keseluruhan, isu fundamentalnya harus selesai satu per satu. Masalah dengan kantong plastik adalah langkah pertama yang harus diselesaikan.

1. Jadikan isu sampah plastik sebagai bagian dari prioritas organisasi/komunitas

Satu hal terpenting jika ingin menyelesaikan permasalahan sampah kantong plastik, adalah menjadikan isu ini sebagai bagian dari prioritas. Penerapan pengurangan kantong plastik dalam kegiatan Diklatsar akan sulit dilakukan jika anggota organisasi/komunitas belum memiliki kepedulian terhadap isu ini.

Bangun kepedulian (awareness) dengan memperbanyak literasi, dan juga diskusi dengan banyak pihak atau komunitas lainnya yang juga tengah menyuarakan isu sampah plastik. Banyak informasi di media sosial yang dapat digunakan sebagai rujukan untuk dipelajari, didalami, dan dibahas bersama-sama dengan anggota lainnya.

2. Mulai minimalisir penggunaan kantong plastik untuk safety prosedure packing

Buat batasan terkait jumlah kantong plastik yang digunakan untuk packing. Teman-teman bisa melakukan riset lokal di masing-masing organisasi, terkait berapa banyak kantong plastik yang cukup aman untuk packing peralatan dan perbekalan.

Misalnya, ternyata dengan 5 buah kantong plastik sudah sangat aman untuk keseluruhan isi carrier. Atau 7? 10? Buat batasan jumlah kantong plastik yang disepakati oleh semua anggota.

Gunakan batasan yang sudah ditentukan sebagai sistem. Terapkan di semua kegiatan kepetualangan yang dilakukan. Baik di kegiatan diklatsar, ekspedisi, maupun lainnya.

3. Jadikan kantong plastik menjadi bagian dari nyawa

Seperti barang penunjang kegiatan kepetualangan lainnya, berikan kantong plastik nilai lebih (value) atau menjadi bagian dari nyawa yang sama pentingnya untuk mendukung bertahan hidup di alam bebas. Dengan memberikan value pada plastik, artinya tidak akan ada kantong plastik yang dibuang di awal, pertengahan, hingga akhir kegiatan.

Level lebih lanjutnya, bisa mulai ganti penggunaan kantong plastik dengan peralatan yang lebih tahan lama atau reusable seperti drybag. Apalagi jika durasi berkegiatan di alam bebas dirasa masih cukup panjang beberapa tahun kedepan, tidak salah untuk berinvestasi membeli 1-2 kantong drybag yang bisa digunakan berulang-ulang. Namun hal ini tidak perlu berlaku mutlak, sesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing. 

4. Terapkan bertahap

Jika dirasa semua anggota organisasi sudah memahami dan selesai dengan persoalan kantong plastik, maka pengurangan potensi sampah bisa diterapkan di level yang lebih lanjut. Seperti misalnya meminimalisir penggunaan AMDK, hingga sampah kemasan perbekalan.

Lakukan ini secara bertahap, dan konsisten meningkat setiap tahunnya. Teman-teman akan menemukan ritme, dan sistem yang dirasa sesuai dengan organisasi masing-masing untuk meminimalisir penggunaan kantong plastik, dan juga produksi sampah saat berkegiatan di alam bebas.


Semoga membantu ;).***

1 comment:

  1. Mantap sekali penjelasan penggunaan plastik ini. Itu baru ketahuan dari satu kegiatan Diklatsar, belum kegiatan alam bebas lainnya.

    ReplyDelete