Sunday, May 25, 2014

Ekspedisi Nol Sampah #2 ( TAMBORA : Bagian 1)

*tulisan ini dimuat di Harian Umum Pikiran Rakyat
Edisi Minggu 25 Mei 2014*




Ekspedisi Nol Sampah terlahir sebagai bentuk kekhawatiran terhadap permasalahan sampah yang sudah semakin memburuk saat ini. Pendakian gunung dipilih sebagai salah satu kegiatan yang menyenangkan untuk memperkenalkan Zero Waste. Ini bukan soal pendakian, tapi untuk memperlihatkan bagaimana gaya hidup zerowaste adalah hal yang sangat mudah dilakukan, dan juga merupakan pilihan paling bijak untuk menghentikan masalah sampah yang berawal dari gaya hidup yang konsumtif. Setelah gunung gede dan tambora, tim akan mendaki beberapa gunung lainnya.

TAMBORA MENYAPA DUNIA

Meletus pada 1815 silam, Gunung Tambora terpangkas ketinggiannya dari 4300 mdpl, menjadi 2850 mdpl. Erupsinya menyisakan kawah yang menganga lebar dengan keliling 16 Km, diameter 7 kilometer, dan kedalaman 800 meter, menjadikan Tambora sebagai gunung dengan kawah terbesar di dunia.

Pada April 2015 mendatang, tepat dua abad sudah sejak letusan dahsyat "The Great Crater" yang bahkan menjangkau Benua Eropa itu. Tepat dua abad setelah letusannya yang menggemparkan dunia, Tambora akan 'kembali' menyapa dunia.



Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat sejak 2012 lalu sudah menggaungkan rencana untuk 'hajatan besar' mereka mempromosikan NTB salah satunya adalah keeksotisan kawah Tambora.

Sebagai gunung dengan kawah terbesar, Tambora memang terbilang masih jarang didaki. Ini jika dibandingkan gunung-gunung berstatus Taman Nasional seperti Gede Pangrango, Rinjani, ataupun Semeru.

Salah satu penyebabnya, akses ke Gunung tambora yang memang cukup jauh. Berada di pulau Sumbawa, dibutuhkan perjalanan seharian penuh jika menggunakan jalur darat dan laut dari Lombok. Sedangkan jika menggunakan jalur udara ke Sumbawa, akan menelan biaya yang tidak sedikit.

Namun bukan berarti Tambora sepi peminat. Tidak sedikit pendaki yang sudah bersua dengan kawah terbesar di dunia itu, membuat penduduk Desa Pancasila di kaki Gunung Tambora menyediakan jasa guide dan porter sejak 2012 lalu.

Sehari sebelum mendaki Gunung Tambora pada akhir April 2014 lalu, saya berbincang dengan Bang Ipul (42). Salah seorang pengelola base camp K-PATA (kelompok Pencinta Alam Tambora), yang merupakan tempat persinggah pendaki di Desa Pancasila. Rencana perhelatan dua abad peringatan Tambora, rencananya akan berlangsung meriah di Desa Pancasila.

"Tahun depan disini akan ramai. Ada pagelaran budaya, dan banyak pendaki dari negara-negara lain, yang akan melakukan pendakian massal," ucap Ipul, dengan tatapan berbinar.

Ya, "Tambora Menyapa Dunia" memang akan berdampak besar bagi perekonomian warga yang mayoritas merupakan petani kopi. Makin banyaknya pendatang yang berkunjung, perekonomian mereka semakin bergeliat.

Namun ada kekhawatiran besar yang justru saya rasakan. Akan semakin ramainya pendaki, apakah berarti kelestarian gunung Tambora juga akan ternodai dengan banyaknya sampah? seperti nasib yang dialami gunung-gunung ramai pendaki lainnya...

Manajemen Sampah

Di gerbang pendakian Gunung Tambora, berdiri sebuah tugu. Disana tertulis "Sampah Plastik Tidak Hancur Ratusan Tahun. Pastikan Anda Membawa turun. (K.PATA, 2012)"

Meskipun Gunung Tambora belum menjadi Taman Nasional seperti gunung-gunung populer lainnya di Indonesia bukan berarti kelestariannya tidak dijaga. K-PATA mendirikan tugu itu untuk memperingatkan pendaki agar membawa turun sampah yang mereka hasilkan.

Namun rupanya, Ipul juga bingung apa yang harus dilakukan dengan sampah-sampah yang sudah dibawa pulang para pendaki. Ya, bahkan sampah yang sudah di bawa turun pendaki tetap menyisakan masalah yaitu bagi warga desa setempat.

"Paling sampahnya ditumpuk disini. Kalau engga dibakar, dikubur. Kadang botol-botol mineral bekas pendaki yang terkumpul disini, diambil beberapa warga dan dijadikan tempat minum mereka kalau pergi berkebun. Tapi kebanyakan memang jadi sampah yang bertumpuk saja," katanya.

Membawa turun sampah setelah mendaki, akan tetap menyisakan masalah yaitu bagi warga setempat yang terpaksa harus menampung berbagai sampah plastik yang sebenarnya bukan milik mereka.

Pendakian tanpa sampah atau pendakian dengan konzep zero waste di Tambora sangat mudah untuk dilakukan. Apalagi, ideal pendakian Gunung Tambora hanya memakan waktu 3 hari 2 malam.

Sebagian besar perbekalan makanan kami bawa dari Bandung dengan menggunakan wadah makanan. Sedangkan sayuran dan buah-buahan, kami beli di Pasar Besar Dompu, yang terlewati dalam perjalanan dari Kota Bima menuju Desa pancasila.

Sebelum memulai pendakian, pagi harinya juga kami sempatkan membeli bekal seperti ayam goreng dan pisang goreng di warung yang ada di Desa Pancasila. Tentunya tanpa dibungkus plastik, melainkan dengan wadah makanan. Ini kami lakukan semata demi tidak memproduksi sampah dalam pendakian.

Pos 3 dan pos 5 menjadi shelter yang paling sering dijadikan tempat bermalam. Di kedua pos tersebut jugalah bisa ditemukan tumpukan sampah yang ditinggalkan sejumlah pendaki.

Sampah yang ditinggalkan didominasi botol air mineral, bungkus mie instan, hingga kemasan makanan ringan. Jumlahnya memang tidak begitu banyak, atau bisa dibilang "belum banyak", karena memang jumlah pendaki yang belum begitu ramai.

Bayangkan jika Tambora sudah "menyapa dunia" pada peringatan 200 tahun letuhan dasyatnya tahun 2015 mendatang? Banyaknya pendaki, akankan juga berati banyaknya sampah yang harus ditanggung "The Great Crater"? Semoga tidak.

Memperkenalkan kembali Tambora pada dunia, sebaiknya juga dilakukan dengan persiapan manajemen sampah yang matang. Berkaca dari taman-taman nasional di Indonesia yang saat ini tengah bebenah dari permasalahan sampah yang menimpanya, Gunung Tambora seharusnya bisa dijadikan sebagai Taman Nasional pertama yang menolak sampah. (Siska Nirmala/"PR")

***

Tips Mendaki Tanpa Sampah di Tambora

1. Idealnya, pendakian Gunung Tambora dilakukan selama 3 hari 2 malam. Dengan durasi tersebut, anda sebaiknya bermalam di Pos 2 atau pos 3 di hari pertama, kemudian bermalam di pos 5 pada hari kedua.

2. Manajemen air : Satu pendaki cukup membawa minimal dua botol air minum (bukan air mineral dalam kemasan) masing-masing ukuran 1 liter. Hampir di setiap pos pendakian (1-5) bisa ditemukan mata air, kecuali pos 4.

3. Manajemen Perbekalan : Satu pendaki membawa minimal lima wadah makanan ukuran sedang (disesuaikan dengan perhitungan kebutuhan perbekalan). Hindari membawa makanan dalam kemasan. Pendakian selama tiga hari, rata-rata membutuhkan tujuh kali makan. Untuk snack, bisa perbanyak buah-buahan (disarankan pisang dan jeruk).

4. Disarankan menggunakan jasa porter/guide untuk pendaki yang sama sekali belum pernah mendaki Tambora. Ini untuk menghindari potensi tersesat, karena jalur pendakian terutama menuju pos 1 banyak bercabang.

5. Disarankan menggunakan celana panjang, dan juga gaiter. Karena medan pendakian Tambora didominasi semak-semak yang rapat. Terdapat banyak pacet/lintah di jalur pendakian.

6. Tidak meninggalkan makanan dan barang tercecer di luar tenda saat bermalam, karena terdapat banyak babi di dalam hutan.

7. Selain fisik, anda juga harus benar-benar siapkan mental. Karena perlu diketahui, medan pendakian Gunung Tambora cukup berat, karena anda hanya akan melihat hutan dan semak belukar sepanjang perjalanan hingga tiba di pos 5. Dari pos 5 menuju puncak, baru anda akan melihat pemandangan terbuka menuju "The Great Carter".

8. Untuk melengkapi perbekalan yang kurang bisa berbelanja di Pasar Besar Dompu

***

Tambora Trekking Center

Tambora Trekking Center dikelola warga setempat yang bekerjasama dengan Dinas pariwisata Kabupaten Dompu. Tambora Trekking Center terletak di Desa Pancasila, dan biasa digunakan sebagai basecamp awal para pendaki yang akan mendaki Gunung Tambora. Base Camp ini juga dikenal dengan Base Camp K-PATA (Kelompok Pencinta Alam Tambora). Disini bisa didapatkan informasi mengenai Gunung Tambora, dan juga jasa perjalanan trekking ke gunung Tambora.

Tidak masalah jika anda tidak menggunakan jasa perjalanan Tambora Trekking Center. Anda cukup datang ke basecamp untuk melakukan registrasi pendataan dan administrasi sebelum mendaki Gunung Tambora.

Karena Gunung Tambora memang belum menjadi Taman Nasional, tidak ada persyaratan administrasi khusus yang harus disediakan. Pendaki hanya membayar tiket sebesar Rp 10.000 (per bulan April 2014).

Di basecamp ini juga tersedia guesthouse sederhana 'pondok petualang' untuk rombongan pendaki yang membutuhkan penginapan sebelum memulai pendakian.

Anda bisa menghubungi Saiful Bahri (Bang Ipul), penanggung jawab base camp tersebut : 085937030848, 082340693138.







1 comment: