foto: Cuplikan film dokumenter '17 Surat Cinta', produksi Ekspedisi Indonesia Baru |
Helaan napas berat terdengar berkali kali dari belasan penonton yang menyaksikan pemutaran film dokumenter '17 Surat Cinta' sore itu di Perpustakaan Bunga di Tembok, Sabtu, 30 November 2024. Beberapa di antaranya terlihat mengusap mata yang berlinang karena tak kuasa melihat fakta yang disuguhkan dalam film.
"Semoga kita ada di jalan yang benar ya teh," ujar seorang kawan yang duduk di sebelah saya saat film selesai diputar. Saat itu saya hanya bisa menjawab dengan helaan napas yang berat, karena dada masih terasa sesak akibat luapan emosi yang bermunculan selama menonton film berdurasi 1,5 jam itu.
Bagi saya, ini adalah film dokumenter Indonesia kedua yang berhasil membuat emosi ikut berkecamuk. Film dokumenter pertama yang membuat saya menangis adalah 'The Diary of Cattle' (2019).
Film Dokumenter 17 Surat Cinta yang disutradarai oleh Dandy Laksono, menyuguhkan permasalahan besar yang sedang mengancam hutan Aceh. Deforestasi terjadi di kawasan Suakamargasatwa Rawa Singkil, Aceh, yang merupakan bagian dari kawasan ekosistem leuser. Tempat terakhir di planet bumi dimana empat satwa langka tinggal bersama yaitu badak sumatra, gajah sumatra, harimau sumatra, dan orang utan.
Fakta ini menjadi salah satu alasan yang sangat memilukan ketika melihat kenyataan yang diangkat dalam film dokumenter '17 Surat Cinta' ternyata deforestasi ilegal terjadi di kawasan tersebut untuk kepentingan perkebunan kelapa sawit. Kawasan Suaka Margasatwa secara statusnya seharusnya menjadi kawasan hutan yang terlindungi oleh pemerintah, nyatanya tidak aman dari keserakahan pembangunan.
Permasalahan ini telah berusaha diperjuangkan oleh kelompok masyarakat sipil setempat yang telah berupaya salah satunya dengan mengirimkan surat cinta sebanyak 17 kali kepada pemerintah. Dan tentunya belum mendapatkan jawaban keadilan atas kondisi perusakan tersebut.
Meski film '17 Surat Cinta' mengangkat mendalam lebih pada permasalahan yang terjadi di hutan Aceh, namun film ini mewakili suara yang lebih luas terkait perusakan hutan yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia sebenarnya terjadi secara sistematis. Seperti diungkapkan dalam film tersebut, dalam 10 tahun terakhir ini saja, Indonesia kehilangan 4,3 juta hektare hutan.
Sejak November 2024, film dokumenter '17 Surat Cinta' diputar dengan sistem nonton bareng (nobar) oleh komunitas di berbagai daerah di Indonesia. Terbaru, per 1 Desember 2024 ini, film dokumenter ini sudah dapat ditonton di youtube Ekspedisi Indonesia Baru.
Adapun film dokumenter '17 Surat Cinta' yang dibuat oleh tim Ekspedisi Indonesia Baru itu bekerjasama dengan berbagai organisasi lingkungan di antaranya adalah Forest Watch Indonesia, Yayasan HAkA, dan Greenpeace Indonesia.***
No comments:
Post a Comment